Rabu, 14 Januari 2015

Menyatu Dengan Konsep Allah

Ini pembicaraanku dengan eyang di suatu sore pada tgl 14 januari 2014, diseling beberapa karyawan yang mendatangiku untuk berpamitan pulang.

"Manusia suka sekali membuat konsep, tapi konsep itu malah membatasi dirinya sendiri", kata eyang dan aku tidak faham-faham apa maksudnya.

"Gambarannya begini , orang makan itu gak usah memikirkan kenyang, kalau makan ya mesti dapat kenyangnya ", katanya, dan aku masih belum  faham juga , terutama di bagian 'konsep itu malah membatasi dirinya sendiri'.

Aku minta contoh nyata dan eyang tidak bisa memberikannya, sampai aku sendiri menyodorkan sebuah kasus padanya.

"Dulu konsep semula untuk browniesku, menyewa banyak tempat di depan minimarket.  Lalu aku menyewa 4 tempat sebagai permulaan yang aku kira bakalan berjalan.  Eh, ternyata malah merugi, sampai akhirnya sistem agenlah yang malah berjalan.  Kalau mas Hary bilang, ini karena Allah menghendaki kemudahan buat kami.  Sistem agen lebih sederhana dan lebih efektif.  Apakah ini contoh dari konsep yang gagal yang diganti Allah dengan konsep lain yang lebih mudah dan lebih menguntungkan ?", kataku.

"Begini loh bunda, yang kita cari itu adalah cara menemukan jalan yang langsung membawa kita pada kesuksesan.  Bukan setelah gagal disini, mencoba cara lain lalu sukses. Disinilah pointnya, di pola pikir kita ", katanya.  Makin tidak faham aku, tapi yang aku tangkap ada pola pikir yang musti diluruskan agar kita bertemu dengan jalan tol menuju sukses.

"Rahasianya jangan berpikir konsep.  Kita mengerjakan konsep tanpa memikirkan konsep". Apa lagi ini, tambah bingung aku .... hahaha .... yakin, kalian juga ikut bingung , jadi mari kita bingung berjamaah .. ehm.

Sebenarnya cukup panjang pembicaraanku dengan eyang sore itu, ada beberapa point yang bisa aku ingat.

"Saat kita mengedepankan logika kita, maka Allah melepaskan diri dari kita", kata eyang, dan bayangkan betapa merana orang yang dilepaskan / dibiarkan oleh Allah.

"Tugas manusia itu memberi nilai lebih pada sesuatu, selanjutnya tidak usah dipikirin bagaimana barang itu laku, itu sudah dijalankan oleh Allah", ini pernyataan yang membuat mumet ahli marketing , susah untuk difahami bagaimana caranya sebuah produk bisa menjual dirinya sendiri tanpa dijalankan oleh marketing yang bagus. Akupun belum bisa memahaminya

"Petunjuk Allah itu selalu sampai dan selalu mengalir untuk setiap ciptaanNya, tapi manusia sering menutup dirinya sendiri dari petunjuk itu", kuingat kata-kata eyang ini.

Selepas eyang pergi, perlahan-lahan aku mencerna, yang dimaksud eyang itu adalah bagaimana membenahi pola pikir agar hasilnya adalah kesuksesan tanpa try and error, just try and correct.  Yang eyang bilang membuat konsep tapi berjalan tanpa memikirkan konsep itu adalah berjalannya seorang hamba yang telah menyatu dengan konsep Tuhannya.

Baiklah aku ambil contoh perjalanan Innuri browniesku , marketing plan yang pertama dilakukan dan gagal. Kegagalan ini adalah sebuah pertanda bahwa  saat membuat konsep marketing tersebut , yang dominan adalah logika, sampai petunjuk Allah yang sudah terbentang di hati tidak terbaca.

Petunjuk Allah itu tidak pernah berujung kegagalan, jadi kalau gagal, kesalahan utamanya adalah karena mengabaikan petunjuk. 

Saat seseorang bisa meletakkan logikanya di bawah petunjuk Allah, maka sebuah konsep yang dituangkan olehnya akan terbaca duluan, ini bakalan gagal atau berhasil.  Perlahan lahan logikanya menghilang, dan terwujudlah dari tangannya konsep yang pada hakikatnya konsep Allah yang tertuang melewati dirinya.  Dia telah menyatu dengan konsep Allah.

Jadi seandainya saat memutuskan menyewa tempat untuk memasarkan Innuri browniesku kemarin, logikaku aku letakkan di bawah kasur, yang aku ambil petunjuk Allah di hati, pasti terbaca olehku bahwa aku bakalan merugi dengan cara ini, aku pasti urung melakukannya. Akupun bisa membaca jalan sukses yang disediakan Allah untukku (bisa menyatu dengan konsep Allah) dan tidak ada kata gagal, karena petunjuk Allah itu selalu membawa keberhasilan.

Seperti halnya manusia yang menjalankan takdirnya, sebutir debupun menjalankan takdirnya, apalagi ratusan brownies yang aku produksi setiap hari. 

Sepotong kuepun punya takdir/ketentuan , kue punya takdir untuk sukses dimakan orang  dan ada takdir untuk gagal dimakan orang.  Kue dengan harga murah dan rasa serik di tenggorokan, takdir suksesnya adalah beredar di kalangan masyarakat kalangan bawah, pasti dimakan.  Bila berada di kalangan menengah ke atas, maka kue ini sudah pasti tidak tersentuh sampai rusak lalu jadi penghuni tempat sampah.  Ini adalah contoh yang sederhana sekali.

Contoh yang lebih kompleks, pabrik browniesku  juga  punya takdir sendiri untuk mencapai kesuksesannya, bukan hanya soal marketing atau soal produk, tapi menyangkut semua hal yang tak terpikirkan olehku.

Manusia terbatasi oleh pikirannya sendiri, padahal banyak sekali aspek yang sering tidak terjangkau pikiran manusia.  Untuk itulah manusia musti menyatukan dirinya dengan konsep Allah.  Bila sudah bisa menyatu dengan konsep Allah, maka dia bisa berjalan tanpa konsep, semua mengalir dalam tuntunan Allah.

Bagaimana cara menyatukan diri dengan konsep Allah ? 

Tunggu ya, aku tak nanya ke eyang dulu ..... hehehe.


4 komentar:

  1. seru Mbak bacanya. btw apakah "menyatukan diri dengan konsep Allah" = "tawakkal" ya? ditunggu tulisan sambungannya Mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. menyatukan diri dengan konsep Allah itu seperti yang digambarkan di puisi emha yang njenengan taruh di komentar artikelku 'Menomorsatukan Allah (2)' .... inshaAllah kalau sudah bisa membahasakannya dengan bahasa yang mudah difahami , aku akan tulis lanjutannya.

      Hapus
  2. Bagus mba artikel2 nya..salam kenal mba..pengen lebih kenal lagi sama eyang nya hehe..ini menurut saya ya mba..menyatukan diri dengan konsep Allah itu melaksanakan segala sesuatu dgn niat "ibadah" karena Allah tidak karena yg lain nya..meskipun itu untuk secuil pahala..apalagi untung dan uang hehe segala sesuatu yg dimaksud itu bermakna segalanya lho hehe..maaf kalo ada kata2 yg salah yaa..

    BalasHapus
  3. Pertama saya baca judul artikel menyatu dengan konsep Allah ini, lgsg teringat sama ajaran "Manunggaling Kawula Gusti nya Syech Siti Jenar", eh tapi setelah saya selesaikan membacanya sampai habis ternyata tidak sama sekali..hehe..inspiratif sekali bu innuri tulisannya..

    BalasHapus