Senin, 28 Februari 2011

Anda isi apa hati anda hari ini?

Beberapa waktu lalu aku bertemu dengan 2 orang teman lama, asyik berat, seperti sebuah reuni kecil.  Kamipun bercerita tentang teman-teman sekelas kami, sekarang dimana, sudah jadi apa, anak mereka berapa.  Tanpa sadar, kami jadi ngrasani.
" Ndah, kamu tahu si G, dia sekarang sombongnya minta ampun.  Petentang petenteng membangga banggakan kekayaannya, kesana kemari dia bercerita tentang penghasilannya dan istrinya, sombongnya melebihi........".  Akupun berpikir bagaimana cara mengalihkan pembicaraan kami agar tidak terjebak ghibah begini.
" Untung kita pernah bangkrut ya, jadi ga berani sombong ", kataku akhirnya.  Lalu dalam hati aku mendoakan temanku yang sudah terlanjur kudengar aibnya ini.

Esoknya, ketemu saudara yang bercerita tentang ibu Y, dia hampir kena tipu, dan dengan penuh semangat dia cerita betapa mbuletnya orang ini.  Aku sendiri sebenarnya punya piutang juga pada bu Y, tapi  karena dia ga pernah merasa kalau punya hutang dan saking lamanya kejadian itu, jadi lupa berapa nominalnya.
" Dia itu memang wataknya begitu ", kata sudaraku itu.  Saat dia hendak membedah kekurangan ibu Y lagi aku bilang ," Sudah deh, ga usah ngrasani ". Diapun diam.
" Orang seperti itu kita doakan saja ", kataku.
"  Kita diamkan saja, nggak dirasani dan ga didoakan", kata saudaraku itu ngeyel
" Soalnya aku sudah pernah merasakan berhubungan sama dia ", lanjutnya.  Yah, memangnya aku ga pernah merasakan ditipu dia? dan aku tetap mendoakannya.

Begitulah manusia kebanyakan, merasa rugi bila berbuat baik, walau sekedar mendoakan orang yang dhalim, meskipun perbuatan baik itu tidak membutuhkan modal besar, hanya bermodalkan kasih sayang dan ketulusan. Mendoakan saja enggan, apalagi memaafkan.  Tak sempat lagi mengoreksi diri, berapa orang yang telah dia ghibah hari ini?  berapa orang yang mendapat kemarahan, kebencian dan dendam hari ini ?
Padahal kalau dipikir-pikir, dia sendirilah yang rugi, karena telah mengoleksi berbagai penyakit di hatinya, hatinya dipenuhi sejuta daftar kekurangan orang lain, hingga tak tersisa tempat untuk kebaikan. Sementara dirinya amat menginginkan menjadi orang baik.

Untuk memudahkan kita menjadi orang yang lebih baik, kita perlu memberi banyak pengalaman kepada diri sendiri, bahwa melakukan perbuatan baik itu enak, nikmat dan menguntungkan.
Dimulai dari hati dan perasaan kita dulu, kita musti membersihkannya dari berbagai penyakit, seperti marah, iri, dengki, dendam, kecewa dll dll. Tanamkan kepada diri sendiri bahwa yang namanya penyakit pasti tidak enak, walaupun kita tidak bisa melihat fisiknya, sadarilah efeknya akan terasa buat fisik kita.  Setelah menyadari bahwa penyakit hati itu tidak enak dan merugikan diri sendiri, ikhlaskanlah untuk melepasnya, hingga tidak bersisa sedikitpun di hati kita (mohon pertolongan Allah saat melakukannya).
Isilah hati yang sudah bersih itu dengan kasih sayang, pandanglah semua yang berada di hadapan kita dengan rasa sayang yang penuh di hati kita, jangan merasa rugi melakukannya.  Doakanlah dengan tulus setiap hal yang anda jumpai yang memerlukan doa anda tanpa mereka minta.

Di alam ini berlaku hukum kekekalan energi, bahwa energi tidak akan musnah, hanya berubah bentuk.  Energi listrik bisa berubah menjadi energi cahaya, panas, gerak dll.  Begitupun energi kasih sayang yang anda sebarkan.  Diri kita yang cuma satu, alangkah sayangnya bila kita isi dengan kebencian, dendam dan energi negatif lainnya yang akan menyebarkan hal buruk di masyarakat tanpa kita sadari.

Kesukaanku mendoakan orang-orang, walaupun orang yang tidak kukenal, kadang Allah tunjukkkan buahnya di hadapanku.
Pernah seorang teman bersilaturahmi ke rumah, dia dalam keadaan menganggur dan sangat membutuhkan pekerjaan untuk menafkahi keluarganya. Tanpa dia  minta dan tanpa dia ketahui, kumohon pada Allah agar dia segera mendapat pekerjaan yang diinginkannya.  Tak berapa lama, kudengar kabar dari orang lain bahwa dia sudah bekerja.  Aku merasa Allah sedang tunjukkan pada saya kekuatan doa, dan sekaligus membuktikan pada diri sendiri betapa nikmatnya berbuat baik sekecil apapun.
Selain mendoakan orang-orang, kesukaanku juga mendoakan alam.  Saat melihat sawah misalnya, aku doakan panennya berhasil, aku menyatakan terimakasihku padanya atas pemandangan hijau indah yang dia suguhkan di hadapanku.  Saat melihat maatahari, aku syukuri sinarnya, saat melihat langit biru, melihat senja, rembulan, bintang, air mengalir...... Begitu banyak peluang untuk berbuat baik dan membaikkan hati kita.

Bila Allah janjikan bahwa orang yang beriman dan beramal shaleh itu mempunyai kedudukan tinggi di hadapan Allah, tidakkah hati kita tertarik untuk merasakan kedudukan itu? Yang jelas tak bisa dibandingkan nikmatnya dengan kedudukan di dunia ini, bahagia yang luar biasa.... penglihatan batin yang Allah bukakan semakin luas dan tajam..... tak terkatakan.....

Jumat, 25 Februari 2011

Bukan Mr Incridible

Peran di alam semesta??
Kita semua mempunyai peran di alam semesta, disadari atau tidak, disengaja atau tidak.  Peran kita bisa membangun atau merusak, tergantung pilihan hidup kita.

Kalau untuk berperan di alam semesta yang kita bayangkan adalah Supermen, Mr Incridible, Power Rangers... atau Barack Obama, atau manusia nyata lain yang jadi sumber berita.  Please deh, itu mah kuno banget ... hehehe. Menggunakan kekuatan fisik atau kekuasaan sebagai sarana untuk berperan di alam semesta itu kan 'jaman batu', jamannya Fisika Klasik, sekarang kan jaman Fisika Quantum.  Dunia sudah berubah, memang mudah untuk menyesuaikan diri dengan peralatan yang serba canggih seperti komputer, hand phone, remote, internet,  sayangnya itu belum cukup, pikiran dan perasaan pun harus disetting dengan benar , agar sesuai dengan jaman quantum dan era digital ini.  Jadilah manusia digital (istilah Ary Ginanjar Agustian).

Kita mulai dari prinsip Quantum dulu, sudah baca buku Quantum Ikhlasnya Erbe Sentanu kan? Ini sekedar mengingatkan beberapa diantaranya, ada prinsip keterkaitan dimana setiap atom,sel, energi quanta saling mempengaruhi satu sama lain dalam jalinan interaksi online yang interaktif setiap saat. Adanya pusat informasi raksasa , pusat data yang merekam setiap perubahan dan pergerakan atom di alam semesta.  Yang ketiga, kita dan alam punya 'antena' yang menerima dan mengirim informasi dari dan ke penjuru jagat raya. Pikiran dan perasaan kita akan mempengaruhi hal lain secara instan dan konstan sepanjang waktu.

Tahukah? Ada hadist yang mengatakan bahwa kalimat tauhid , Laillahaillallah , bila ditimbang, beratnya akan lebih besar dibandingkan dengan alam semesta.
It means,  energi alam semesta ini adalah Laillahaillallah.
Makanya, dalam hadist yang lain disebutkan juga ,bahwa kiamat belum mau turun bila masih ada orang yang berdzikir dengan asmaNya.
Kesimpulannya, orang yang beriman dan beramal shaleh itu adalah orang yang berperan penting dalam kestabilan alam semesta.
Sejauh mana peran mereka, tergantung 'inner power' di setiap individu dan  berbeda-beda sesuai dengan kadar dan ketentuan Allah.  Kita manusia diberi keleluasaan untuk menaik turunkan peran kita di alam semesta dengan tuntunanNya di dalam Al Qur'an dan Hadist.

Kita umat Islam sudah dibiasakan untuk berpikir besar, menjadi rahmat bagi seluruh alam.  Makanya aku ga pernah setengah-setengah dalam mendoakan anak-anakku.  Aku sudah pasrahkan anak-anakku untuk menjadi 'kepanjangan tangan' Allah di muka bumi, merahmati alam dan menjadi pemimpin dunia.  Sejak di perut, ga pernah tuh aku berdoa agar anakku jadi dokter, insinyur, profesor, presiden.Ya karena itu tadi, sudah terbiasa berpikir besar.
Bahkan bila kamu renungkan arti bacaan shalat yang kita lantunkan tiap hari, mulai dari takbir sampai salam, akan terasakan makna dan efek yang luar biasa.  Ada pergerakan waktu dari masa lampau sampai masa mendatang, ada hubungan quantum antara manusia di masa lalu dengan sekarang, ada hubungan kasih sayang antara sesama dan alam.

Seandainya saja semua orang bisa melihat, betapa indahnya 'aliran' doa orang-orang shaleh ke lingkungannya.  Di masyarakat yang beragam, ada si sakit, ada si miskin yang sengsara, ada yang patah hati dan kehilangan harapan, betapa doa orang-orang saleh, yang bersujud dengan air mata yang membasahi bumi di gelap malam pada saat orang-orang terlelap.  Doa tulus mereka mengalir, membasahi hati orang yang berduka, hingga doa satu orang saleh mampu mengalirkan energi untuk puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan orang di muka bumi ini.

Semoga esok hari kita akan menyaksikan matahari dengan rasa syukur di hati, menyapanya dan mengerti bahwa sang mentari menyambut salam kita.  Semoga saat bibir kita melantunkan dzikir pagi, Subhanallah wabihamdih, subhanallah hal adzim astaghfirullah,  kita akan faham bahwa alam semesta sedang berdzikir bersama.
Jalanilah peran kita dengan ikhlas dan bahagia.

Kamis, 24 Februari 2011

Bertemu Nabi

Suatu hari beberapa tahun yang lalu, saat aku bertamu ke rumah seorang teman, aku baca majalah yang menumpuk di meja tamunya. Salah satu yang aku buka adalah majalah organisasi islam yang tidak begitu kukenal, bahkan agak aneh dan asing bagiku.  Dari  majalah itu aku tahu, organisasi ini mengistimewakan bacaat shalawat untuk bisa bertemu Nabi.
"Bisa bertemu Nabi dalam keadaan terjaga?", tanyaku pada temanku.
"Ya, kan Nabi  tidak meninggal, beliau hidup dan menjalankan tugasnya", kata temanku.
Oh, aliran ini membuatku takut deh, begitu kata hatiku.
Setahuku, untuk bisa bertemu Nabi yang mulia, hanya bisa lewat mimpi, aku pernah mengalaminya.
Tapi ada ayat di dalam Al Quran yang mengatakan bahwa para syuhada itu hidup dan mendapat rizki dari sisiNya.  Jadi... oh bingung aku, yang jelas aliran islam temanku ini membuatku takut tersesat.

Walaupun aku tidak sempat (tidak mau) mempelajari ajarannya, tak berapa lama setelah kejadian itu aku kualat, aku kecele deh, ternyata sebagian yang dikatakannya benar.

Kejadiannya di awal tahun 2010, anakku Aden sms kalau dia sakit.  Karena adik-adik Aden libur tahun baru, maka kami sekeluarga ke Bandung semua bawa mobil sendiri.
Sejak berangkat perasaanku tidak enak, rasanya Aden bukan panas biasa seperti yang dia katakan, kutolak dengan doa-doaku, sepanjang perjalanan aku lantunkan doa-doa. Tapi memang takdir tidak bisa ditolak, apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, mau atau tidak, ikhlas atau tidak.
Tiba di Bandung Aden sudah kelihatan baik, sudah ke dokter katanya, dia bermain game dengan gembira bersama adik-adiknya.  Kamar asramanya penuh oleh kami berenam dan ramai oleh celoteh adik-adiknya.
Tapi malamnya Aden panas tinggi, langsung kubawa ke RS Hasan Sadikin, ternyata benar dugaanku, dia kena demam berdarah.
Di tengah kemeriahan pesta tahun baru, Aden terbaring di rumah sakit ditunggui ayahnya.
Aku dan ketiga adik Aden bermalam di asrama, menikmati pemandangan yang luar biasa malam itu, subhanallah. Udara sejuk, bulan bulat dikelilingi pelangi, langit cerah. Sejak ba'da isya anak-anak asrama menggelar konser musik, melantunkan lagu-lagu yang manis.
Asrama ITB Bumi Ganesha terletak di dataran tinggi, dari balkon kamar Aden di lantai tiga bisa melihat hampir separuh kota Bandung tengah malam dipenuhi ratusan kembang api yang meletus bergantian. Alni sibuk dengan teropong mainannya, pak Warno satpam sibuk memotret. Oh indahnya, serasa Allah sedang menghibur hatiku yang sedang lara.

Zeli dan Insan tidak bisa berlama-lama di Bandung, sudah waktunya masuk sekolah, tinggallah aku sendiri yang menjaga Aden di rumah sakit.
Kondisi Aden terus menurun, thrombositnya tidak naik-naik, malah anjlog hingga 20.000, jauh dibawah normal, mestinya 150.000 untuk ukuran orang sehat.  Aden sudah tidak boleh turun dari tempat tidur, tidak boleh banyak gerak.  Tentu saja aku sedih, semua teman dekat aku sms untuk mendoakan Aden.
Saat itu aku hanya bisa ikhlas apapun yang Allah beri.  Aku bersyukur sudah Allah beri masa-masa indah punya anak sehebat Aden hingga 20 tahun, selama itu pula dia memberi banyak kebahagiaan padaku. Aku berharap Allah memberi dia kesempatan untuk memperindah dunia dengan kelebihan dan kemampuannya.  Yang membuatku bersyukur juga taatnya Aden menjalankan sholat 5 waktu meskipun sambil berbaring dan dalam keadaan lemah.

Eyang, aku sudah menemukan ikhlasku. Ternyata penyakit, bakteri, virus, atau apapun namanya adalah makhluk Allah yang amat patuh, pada siapa Allah kehendaki untuk bertemu dengannya untuk memberi banyak hal dan banyak pelajaran.

Itu sms yang kukirimkan pada ustadz Virien, guru ngajiku. Beliau membalas dengan menyuruhku banyak berdzikir dan membaca shalawat.
Aku turuti anjurannya, akupun beristighfar dan bershalawat dengan penuh cinta pada Allah dan Nabi Muhammad saw. Ustadz Virien sering bilang padaku, ibadah hendaknya dilakukan dengan cinta. Melakukan banyak ibadah tanpa cinta akan terasa melelahkan dan sia-sia.

Larutlah aku dalam bacaan shalawat, dan tak kusangka-sangka sosok yang paling kurindukan di jagat raya ini datang menghampiriku.  Baginda Nabi datang dengan segala keluhuran, tanpa banyak kata, aku merasakan kekuatan, ketenangan dan haru yang luar biasa. Akupun menangis......
Aku bisa menangkap isyarat nabi bahwa anakku sedang menjalani proses untuk menjadi seorang yang Allah kehendaki dalam menjalankan perannya di alam semesta ini.  Rasanya anakku bukan anak sembarangan, tapi dia sendiri tidak menyadarinya.

Aden diperbolehkan pulang setelah sekitar 5 hari di rumah sakit.  Akupun pulang ke Malang dengan membawa pelajaran ikhlas yang luar biasa.

Istighfar dan shalawat dengan penuh cinta adalah teman terbaik dalam suka duka, obat termujarab saat gelisah.
Terburu-buru dalam menyimpulkan sesuatu juga suatu kebodohan yang tersembunyi, ilmu Allah amat luas, tak terbayangkan oleh kita, tak terbayangkan keindahan dan keluhurannya.

PELATIHAN MELUKIS DIATAS KAIN

Cantiq butik
PELATIHAN MELUKIS DIATAS KAIN


Cantiq butik, yang bergerak di bidang melukis kain sejak 2002, kini memberikan kesempatan bagi yang ingin mempelajari ketrampilan melukis kain.  Terbuka bagi siapa saja, perorangan atau kelompok.  Materi yang diajarkan meliputi materi untuk tingkat dasar, lanjutan dan melukis sutra.

I.  PELATIHAN DASAR MELUKIS DI ATAS KAIN
          Materi yang diajarkan meliputi : - melukis dengan cat dua dimensi
                                                           - melukis dengan cat tiga dimensi
                                                          
          Biaya pelatihan : Rp. 450.000 / orang (sudah termasuk alat dan bahan pelatihan)
          Lama Pelatihan : 1 sampai 2 hari jam 09.00 WIB sampai selesai         
          Waktu dan Tempat Pelatihan : berdasarkan kesepakatan dengan instruktur
         
II. MEMBUAT DISAIN LUKISAN DI ATAS BUSANA
          Materi yang diajarkan meliputi : - membuat komposisi lukisan untuk busana
                                                           - keseimbangan warna
                                                           - cat prada
         Biaya Pelatihan : Rp. 450.000 / orang (sudah termasuk alat dan bahan pelatihan)
          Lama Pelatihan : 1 sampai 2 hari, jam 09.00 WIB sampai selesai
          Waktu dan Tempat Pelatihan : berdasarkan kesepakatan dengan instruktur

III. MELUKIS SUTRA
          Materi yang diajarkan meliputi : - melukis sutra dengan cat sutra metode steam
                                                           
          Biaya Pelatihan : Rp. 750.000 / orang ( sudah termasuk alat dan bahan pelatihan )
          Lama pelatihan : 1 hari
          Waktu dan Tempat Pelatihan : berdasarkan kesepakatan dengan instruktur.


Bagi yang berminat mengikuti pelatihan, silahkan menghubungi wa :
          Indah : 081 334334331
          Hary  : 081 252534505
          Telepon : 0341 792858                                   

Senyum Terindah

Aku tahu, tersenyum itu penting, hingga ada hadist yang mengatakan bahwa senyum itu adalah sedekah.
Aku lebih tahu kalau senyum itu amat penting, ketika kualami takdir ini.

Anakku Alni, sebelum masuk TK sudah memilih TK di kampung, dia memilih sendiri berdasarkan rekomendasi karyawanku, kebetulan rumah karyawanku dekat dengan TK ini, aku jadi merasa tenang karena ada yang aku titipi.

Sungguh tak kusangka bila di Indonesia yang masyarakatnya terkenal ramah tamah ini masih ada yang pelit tersenyum dan dilakukan secara berjamaah pula.
Bila dulu, di TK kakak-kakak Alni (yang berjumlah tiga orang itu), kaum ibu yang mengantar atau menjemput saling tersenyum bila bertemu, saling berkenalan, bertegur sapa, bahkan ngobrol dengan obrolan ringan seputar anak-anak. Disini, di TKnya Alni  ini, 99% ibu-ibunya cuek saat bertemu, mereka sibuk dengan urusannya sendiri dengan wajah datar, ada yang hanya diam memandangi anaknya bermain, mengobrolpun sebatas dengan orang yang mereka kenal. Bahkan aku yang sudah 'pasang muka' senyumpun, harus ikhlas dipandangi dengan pandangan mata aneh.... seolah tabu tersenyum dengan orang yang tidak dikenal.  Padahal ini sekolah islam, sesama muslim mestinya bersaudara dan saling mengucap salam.

Di sekolah ini Alni sering bolos, satu hari masuk, seminggu membolos.  Aku tak pernah memaksanya, wong lingkungannya ga mengenakkan perasaan, apalagi anak-anak kan peka sekali perasaannya.

Pernah aku berencana memindahkan sekolah Alni, tapi suamiku ga setuju. Alasannya cukup masuk akal, dia ingin membiasakan anak kami bergaul dengan orang-orang sederhana, juga melatih dia untuk terbiasa dengan perhatian yang terbagi karena satu kelas yang berisi 30 anak gurunya cuma 2 orang.

Akupun merasa, mungkin aku yang harus mensosialisasikan tersenyum, toh senyum juga ga perlu 'kulakan', ga pake uang, ga pake mahal, tapi dinilai sedekah.  Aku sudah menyiapkan diri untuk 'patah hati' bila senyumku tidak berbalas......

Aku jadi ingat teman-teman sesama wali murid di TK Aisyiah Negara Bali, TKnya Insan, anakku yang nomer tiga.  Ibu -ibu disana amat bersahabat, padahal strata sosialnya berbeda, ada yang hakim, ada yang pengusaha sukses, ada yang pedagang kecil di pasar, tapi kami disatukan oleh iman. Kami saling bantu satu sama lain, saling mengunjungi dan kami selalu gembira saat bertemu. Sampai saat inipun, saat Insan sudah SMP, kami masih saling kontak dan bila mengingat masa-masa itu membuatku bahagia.

Dasyatnya tersenyum terasa sekali saat aku terbaring di rumah sakit, saat melihat suami yang menungguiku mengeluarkan jurus senyum tergantengnya dan bercerita tentang hal-hal yang menyenangkan sambil menyuapiku, rasanya aku bisa sembuh dua kali lebih cepat.  Saat teman menjengukku dengan wajah cerah bersahabat dan senyum yang mengembang, rasanya ingin segera bertemu mereka lagi dalam keadaan sehat.

Kadang hari-hari yang sangat melelahkan membuat bibirku membentuk garis horisontal, pada saat itulah datang teman dengan senyuman, akupun menyambutnya dengan tersenyum, hilanglah semua perasaan lelah, kamipun ngobrol dan tertawa tawa.

Senyum juga berbanding lurus dengan rejeki.  Aku pernah menginap di hotel yang bagus, nyaman, tapi karyawannya pelit senyum, tentu saja malas balik lagi, karena masih ada hotel yang juga bagus dan nyaman, plus karyawannya selalu menyempatkan tersenyum dan mengucap salam tiap bertemu tamu-tamunya.

Makanya senyum adalah sedekah, yang memberi dan menerimanya bahagia, menularkan energi yang luar biasa, dan menciptakan persahabatan.

Ayolah tersenyum sahabat.

Selasa, 22 Februari 2011

Melahirkan tanpa Bayi

Aku pernah mendapat pencerahan di bulan ramadhan, beberapa tahun yang lalu.
Dalam suatu mimpi yang mungil, tiga kali bermimpi dalam satu malam, mimpi yang berbeda tetapi maknanya sama.

Mimpi yang pertama, aku melahirkan di sebuah klinik bersalin bersama tiga orang ibu lainnya, tapi tak seorangpun membawa bayi.
Mimpi yang kedua, aku merebus air di atas tungku dengan bahan bakar kayu, tungkunya berjejer banyak, apipun menyala-nyala, persediaan kayunya juga melimpah, tapi air yang kurebus keruh dan tidak bisa dipakai apapun.
Mimpi yang ketiga, aku telanjang di sebuah kamar mandi, dengan sumur dan air jernih segar mengisi penuh bak mandinya, tapi aku tidak mandi dan hanya berdiri memandangi air itu.

Aku gelisah, membayangkan rasa sakitnya melahirkan tapi tak mendapat seorang bayi... dan dua mimpi lain yang judulnya adalah kekecewaan.
Aku memohon Allah melindungiku dari hal-hal buruk yang diisyaratkan mimpi itu.  Kumohon petunjukNya seusai shalat subuh, apakah makna mimpi itu.

Ternyata, the clue is.... Aku sering mengerjakan sesuatu tetapi tidak ikhlas!!!! Perbuatan yang dilakukan dengan tidak ikhlas adalah perbuatan yang sia-sia, dan tidak menghasilkan apapun.

Yah, petunjuk itu benar, benar sekali, terlalu benar.  Aku memang sering menyebut-nyebut kebaikan yang telah kubuat, terutama terhadap suamiku.
Sebenarnya maksudku untuk bermanja-manja.  Kadang saat suamiku menyuruhku mengerjakan sesuatu, aku yang ingin bersantai akan bilang : Aduh mas, aku capek, seharian aku sudah mengerjakan ini itu.... Lalu mulutku dengan lancar memerinci kebaikan yang telah kulakukan hari itu.
Kadang bila sedang berselisih faham dengan suamiku, aku suka mengungkit ungkit 'jasa'ku pada keluarga agar dia mengalah....
Kadang juga, aku hanya ingin dimanja, ingin dipijiti atau dibelai dengan jurus mengungkit-ungkit kebaikan yang telah kulakukan padanya dan anak-anak kami.

Kita manusia, suka lupa bila yang membuat kita bisa melakukan kebaikan adalah ijin Allah.  Dan kita suka memandang betapa baiknya diri kita karena sudah membantu orang lain, padahal Allahlah yang menjadikan kita mampu berbuat baik.  Kita juga suka tidak ikhlas dengan kebaikan yang kita lakukan pada seseorang saat reaksi orang itu tidak sesuai harapan kita.
"Aku itu lo sudah baik sama dia, sudah ...., sudah ...., kok balasannya seperti ini", sebuah kalimat yang sering sekalli kita dengar, bahkan mungkin sering kita ucapkan.

Ingatlah, betapa sia-sia amal perbuatan yang kita lakukan tanpa rasa ikhlas.
Bayangkan betapa pedihnya merasakan sakitnya melahirkan tanpa memperoleh seorang bayi yang lucu.
Ingatlah bahwa kita dan segenap kemampuan kita adalah pemberian Allah, jadi saat anda memberikan kebaikan pada orang lain, pada hakekatnya Allahlah yang sedang menggunakan anda untuk memakmurkan bumi. Jangan merasa begitu berjasa.....

Kenapa tidak shalat Alni?

Biasanya anakku yang centil, Alni, suka ikut shalat bersamaku, bahkan kadang-kadang mengaturku untuk menggelar sajadah di belakangnya, sedang dia jadi imamnya.
Pagi ini, masih subuh dia sudah bangun, aku mengenakan mukena dan dia hanya memandangiku.
"Kok Alni tidak shalat?", tanyaku, kukira dia akan menjawab, malas atau masih ngantuk. Tapi kali ini jawabannya sungguh diluar dugaan.
"Alni haidh", katanya, akupun tertawa terkikik-kikik.....Ingat beberapa hari yang lalu dia pernah menanyakan hal yang sama, kenapa ibu tidak shalat? lalu kubilang ibu sedang haidh, perempuan haidh tidak boleh shalat.

Senin, 21 Februari 2011

Kondisi Setelah Mati Orang Yang Asing dengan Asma Allah

Kejadian ini terjadi di tahun 2005. Seperti biasa, setiap malam minggu aku pulang ke rumah ibu dengan rombongan setia, suami dan anak-anak.
Malam-malam datang seorang tetangga, bapak X, menemui ibu dan bapak untuk menyampaikan kabar duka, bahwa istrinya Y meninggal dunia malam itu.  Bapak dan ibuku adalah orang pertama yang beliau kabari tentang hal ini.
Bergegas kamipun ke rumahnya.  Aku membantu keluarga itu bersih-bersih rumah, menyapu, memindahkan kursi dan menggelar tikar untuk tamu yang melekan malam itu.  Capek juga.  Aku bilang pada ibu mau istirahat sebentar di rumah, aku akan kembali untuk membantu memandikan mayat.  Aku memang tidak pernah memandikan mayat sebelumnya, aku ingin bisa belajar dari ibuku.

Di kamar aku berbaring menyelonjorkan kaki yang penat.  Saat itulah aku melihat 'bioskop' di dinding kamar, tentang ibu Y yang meninggal itu.  Kulihat dia berada dalam hutan belantara yang gelap sekali, dia ngomong , " Iki ndik endi?"  ( Ini dimana? ). Akupun tidak berani balik ke rumah tetanggaku itu lagi.

Mungkin semasa hidupnya ibu Y tidak pernah shalat, bahkan aku tidak pernah bertemu dengannya saat shalat idul fitri. Kupikir beginikah kesudahan orang yang asing dengan nama Allah? berada dalam kegelapan yang mengerikan.

'Bioskop' itu rupanya masih bersambung. Aku pulang ke Pakis keesokkkan harinya, agak malam sampai di rumah.  Begitu membaringkan tubuhku ke kasur, aku melihatnya lagi.  Dalam keadaan memelas dia bilang ,"Tulungana aku" yang artinya tolonglah aku. Aku melihat ada sebulatan cahaya yang tidak sampai padanya, kuduga ini mungkin cahaya kalimat tauhid orang yang tahlilan untuk mendoakannya malam ini.
Aku segera menelpon ibu dan bapak S (tokoh agama di desa ibu), kedua orang ini adalah orang yang sangat tahu dan faham tentang keistimewaanku dalam hal-hal metafisik seperti ini.  Pak S bilang akan mengatakan semua ini kepada anaknya, doa seorang anaklah yang diharapkan bisa menolong si ibu dari kesulitannya di alam penantian.

Tayangan 'bioskop' itupun berubah, kulihat si anak menuntun ibunya ke arah pintu menuju cahaya yang terang benderang.  Sayangnya pintu itu tidak bisa dilewati olehnya.  Rupanya seorang yang semasa hidupnya asing dengan asma Allah, terlalu sulit untuk menerima kiriman doa dari anak yang ditinggalkannya.

Pengalaman itu membuatku faham, bahwa urusan terpenting dan terserius yang musti direncanakan dengan baik adalah bekal perjalanan kita ke alam setelah kita mati.
Kerapkali manusia terpaku pada urusan remeh temeh yang disangkanya urusan penting. Tanpa sadar dia telah tertipu dan menghabiskan banyak umur untuk hal yang sia-sia. Padahal bila kita bisa menyikapi setiap persoalan dengan cerdas, sebenarnya kita bisa merubah urusan dunia menjadi urusan akhirat. 
Bahkan kita bisa mengerjakan urusan akhirat selama 24 jam dengan tetap mengerjakan urusan dunia, hanya dengan mensetting niat kita hanya untuk mempersembahkan kehidupan kita kepada Allah.

Saat kita didhalimi orang misalnya, lebih banyak manusia menyikapinya dengan keluh kesah, ngrasani, bahkan merencanakan untuk membalas. Tanpa sadar dia telah banyak menghabiskan waktu dan memboroskan energi untuk hal yang sebenarnya tidak penting.  Padahal bila dia mau mendengar dan menuruti perintah Allah untuk memaafkan, dan percaya bahwa memaafkan itu lebih baik, maka dia telah menyelesaikan masalah dengan cerdas dan lebih cepat, tanpa membuang waktu dan energi yang banyak, plus bonus kehidupan yang lebih baik yang Allah siapkan untuknya sejak di dunia ini dan di akhirat nanti. Dan Allah tak pernah mengingkari janjiNya.

Kadang pula, kita merasakan hidup yang berat, ujian dan cobaan datang silih berganti. Ambillah sikap yang paling menguntungkan untuk kehidupan dunia akhirat kita. Ingat bahwa urusan yang paling penting adalah menyiapkan perjalanan kita ke kehidupan mendatang, setelah kita mati. Masih akan ada alam barzah, alam kiamat, padang maghsyar, hisab, surga atau neraka.  Fokus pada tujuan kita diciptakan, untuk mengabdi dan menyempurnakan pengabdian kita padaNya, insyaAllah masalah akan ngeloyor peergi.

Minggu, 20 Februari 2011

Belajar dari Rasa Sakit

Semua orang di dunia ini pernah merasakan sakit, tapi tidak semua orang mau belajar dari rasa sakit, padahal banyak pelajaran bisa kita ambil dari rasa sakit.

Aku pernah sakit flu dan batuk, kubawa ke rumah sakit dan mendapat 4 macam pil yang gede-gede.  Aku berkeringat banyak setelah minum obat itu, dan kemudian terkena maag sampai muntah-muntah lalu opname di rumah sakit. Saat itu kukira sakit maag itu begitulah rasanya, kembung dan perih.
Ternyata  Allah menciptakan sakit yang bertingkat rasanya.  Beberapa tahun setelah kejadian itu aku terkena maag lagi, kali ini aku sampai muntah darah dan pingsan saking tidak kuatnya menahan sakit. Sakitnya betul-betul tak tertahan, seperti sebuah bom mau meledak di perutku, menghunjam hingga ke punggung.
Allahu Akbar, begitu Maha Kuasanya Dia menciptakan rasa sakit yang bertingkat kadarnya.

Akupun berucap ; Duh, sakit seperti ini tidak pernah disebutkan dalam Al Qur'an, lalu bagaimanakah rasa sakit yang Allah sebut dalam Al Qur'an itu? yang Dia sebut sebagai azab yang pedih ? Berapa kalikah kadarnya bila dibandingkan dengan sakit di dunia ini?
Sungguh ya Allah, sakit maag yang pernah kualami sudah teramat pedih rasanya, kemurahanMu telah membuatku pingsan hingga melupakan rasa sakit itu.... Namun masih adakah kemurahanMu di akhirat nanti?

Bila membayangkan rasa sakit di akhirat saja sudah terlalu ngeri, apalagi melihatnya, terlebih lagi merasakannya.  Oh... naudzubillah.  Allah, jaga aku dari siksaMu

Allah pernah memberiku pengalaman menyaksikan azab kubur....berkali-kali, dengan kasus yang berbeda-beda. Belakangan aku sadari bahwa semua itu adalah wujud kebijaksanaan dan kasihNya pada hambaNya yang lemah ini.

Begitulah aku alami hal yang luar biasa. Bila aku menceritakannya, aku berharap bahwa kisahku ini bisa menjadikan kita semakin beriman akan Maha Kuasanya Allah dan membawa kita kembali pada ketaatan padaNya.

Ada seorang yang semasa hidupnya bermulut tajam, ucapan-ucapannya amat menusuk perasaan, aku termasuk orang  yang sering dilukai olehnya. Makian model apapun dia bisa, terlebih saat dia marah.
Malam setelah meninggalnya orang ini, aku lihat dia (aku dalam keadaan terjaga) seperti melihat film, dia berbaring dengan sebilah pisau besar berada tepat diatas mulutnya, pisau itu bergerak sendiri menghunjam membelah mulutnya hingga di bagian belakang kepala.....demikian itu berlangsung terus menerus, seperti sebuah mesin otomatis.
Tahukah bagaimana keadaanku saat melihatnya? Aku menangis, menggigil ketakutan, tangan kakiku gemetar hingga aku menghambur dalam pelukan ayah.  Detik itu juga aku memaafkan semua kesalahannya padaku.

Rasa sakit yang kita berikan pada orang lain, walaupun sekedar pandangan mata yang menyiratkan ketidaksukaan kita padanya, pasti akan berbalas, entah di dunia atau di alam setelah kita mati.  Dia Maha Menghitung dan Maha Teliti perhitungannya.....

Sabtu, 19 Februari 2011

Jalan buntu Alni

Menjelang maghrib, Alniku yang cantik minta diantar ke supermarket KUD sebelah rumah untuk membeli snack kesukaannya. Tentu saja aku tak menurutinya.
"Nanti saja setelah ibu sholat maghrib",kataku.
Dan seperti biasa, sehabis aku ucapkan salam, si kecilku itu menaruh bokongnya di pangkuanku sambil mendekatkan telinga mungilnya di bibirku, seakan mendeteksi apa yang sedang aku ucapkan.
Tak kusangka, ternyata selama ini dia memperhatikan cara dzikirku yang menggunakan butiran tasbih.  Begitu tanganku mencapai pangkal tasbih, dia berteriak sambil menunjuk tasbih yang kupegang , " Ibuk !!!!, ini sudah jalan buntu gini lo, sudah selesai dzikirnya ".
Oalah nduk nduk, ternyata kamu menunggu ibu selesai berdzikir agar segera bisa mengantarmu ke supermarket to....

Cara mati yang kusuka

Sebenarnya aku sering gemes kalau lihat tayangan televisi yang mengatakan bahwa selebriti X atau pejabat Y meninggal karena serangan jantung.  Aku suka tertawa, yah jelas dong orang meninggal pasti yang kena jantungnya, kan syarat untuk mati adalah jantungnya berhenti berdetak. Ga peduli orangnya dalam keadaan sakit atau sehat, kalau mau mati ya matilah dia, tentu saja bila Allah menghendaki.

Kenapa ya manusia sibuk mengkampanyekan bagaimana cara menghindari serangan jantung yang mendadak, kan kalau sudah waktunya ajal menjemput, kita tidak bisa hindari walau dengan cara apapun, tidak bisa ditunda atau minta dimajukan. Tidakkah manusia sadar bahwa penyebab utama kematian adalah kehendak Allah.

Aku jadi terkenang saat dulu aku pernah mau mati.
Ceritanya terjadi di Dringu Probolinggo, disanalah aku membangun rumah pertamaku, sedang bahagia-bahagianya menikmati peranku sebagai ibu rumah tangga dengan dua balita yang manis dan pinter. 
Hari itu aku mengerjakan aktifitas harianku seperti biasanya, aku sehat wal afiat, dan malam harinya seusai menidurkan dua balitaku, mendadak aku merasa didatangi malaikat dan merasa sudah waktunya diambilNya. 
Aku bilang pada suamiku; Mas, kayaknya aku sudah waktunya (mirip ucapan Adjie Masaid pada istrinya saat mobil membawanya ke rumah sakit) 
Akupun berbaring, memejamkan mata dengan tenang, lalu suamiku menyuruhku mengucapkan dua kalimat syahadat yang kulakukan dengan lancar. Perlahan lahan aku merasakan tarikan lembut  di kaki dan tanganku, berjalan ke arah dada, kata suamiku saat itu dadaku berdetak hebat dan kaki tanganku dingin sekali. Tapi setelah beberapa saat, aliran lembut itu mengembalikan energi di tangan dan kakiku, aku membuka mata, lalu suamiku bilang, mungkin kamu belum ikhlas. Ga jadi mati deh ... padahal itu cara mati yang kusuka, rupanya Allah masih punya rencana lain untuk hidupku.

Tetangga dan teman ayah memperjuangkan agama di desaku, bapak J, meninggal dengan cara yang enak banget, baliau meninggal dalam keadaan sehat, saat beliau berbaring siang-siang di sofa ruang keluarga.  Tentu saja keluarga dan orang sekampung heboh, wong orang sehat kok meninggal. Rupanya sudah jadi paradigma umum bahwa orang meninggal musti melewati fase sakit dulu, padahal Allah Maha Kuasa untuk mengambil hambaNya dalam keadaan apa saja, tak peduli sehat atau sakit, muda atau tua.
Yang amat mengesankan bagiku, bapak J teman ayah ini, meninggal khusnul khatimah.  Untuk pertama kalinya aku melihat 'masa depan' orang yang meninggal dalam keadaan diridhaiNya.

Bapak J adalah orang yang baik dan selalu mengerjakan sholat wajib di masjid. Masih terbayang saat langit merah sore, beliau suka berdiri di jalan depan rumah beliau untuk menunggu saat maghrib tiba, tubuhnya tampak segar sehabis mandi dengan kopiah bertengger mesra di kepalanya. Tapi serapi dan sebersih apapun dia, tetap saja jauh dari sebutan ganteng.  Kulit beliau gelap, dengan alis mata yang bertaut dan kumis tebal, hingga saat beliau tersenyumpun masih terlihat 'sangar', orang kampung bilang wajahnya 'mencureng'.
Tapi betapa Allah Maha Membentuk Rupa, saat beliau meninggal, Allah perlihatkan padaku keadaan bapak J di alam 'sana'.  Aku melihatnya berpakaian rapi dengan kopiah kesukaannya, dengan baju batik, sedang disalami banyak orang yang juga berwajah bersih berseri, kebahagiaan memenuhi wajah-wajah mereka.  Aku melihat mereka seperti melihat film di awang awang.  Dan wajahnya jadi ganteng sekali, bersih berseri, tak menyisakan sedikitpun 'mencureng'nya, tapi herannya, aku masih sangat mengenalinya sebagai bapak J.  Dengan kata lain, Allah merubahnya menjadi ganteng tanpa merubah 'default'nya, sehingga kita tidak perlu pangling.

Aku memang suka membaca atau mendengar cara mati orang-orang shaleh, karena Allah memanggillNya dengan begitu indah. Yang lebih kusuka lagi bila Allah berkenan memperlihatkan padaku kesudahan mereka di alam penantian.  Namun memang manusia yang selamat itu jumlahnya sedikit, yang lebih banya kulihat adalah siksa. Mudah-mudahan kita semua termasuk dalam golongan orang yang selamat sampai ajal menjemput dan mendapat akhir yang bahagia. Amiin.

Tapi bagaimana cara mati, itu  tidak menentukan kemuliaan seseorang. Bila paradigma umum, mati seperti yang aku ceritakan di atas, di atas tempat tidur dengan wajah tersenyum, atau mati dalam keadaan shalat dan ibadah, itu adalah cara mati yang ideal yang menandakan orangnya diridhai Allah, maka pendapat seperti itu tidak sepenuhnya benar.  Banyak cara mati orang-orang shaleh yang dijamin surga sama Allah, dengan jalan dibunuh,  bahkan dengan cara yang mengerikan, contohnya matinya sahabat Nabi yang digelari Khulafaur Rasyidin, keempat sahabat Nabi meninggal dengan cara dibunuh.  Bila membaca kisah mereka, bikin nyesek di dada, tapi mereka adalah orang-orang yang dijamin surga sama Allah.

Kita semua tidak tahu bagaimana cara kita  mati dan dimana kita mati.  Mati dengan cara apapun, asalkan Allah ridha , itu sudah cukup.


Kenyataan yang Lebih Indah dari Harapan

Dulu semasa kuliah aku sering membayangkan, bila suatu saat aku bekerja, aku ingin bekerja di rumah, agar bila anak-anakku pulang sekolah mereka selalu bisa bertemu dengan ibunya, dan bila suami pulang kerja aku akan selalu ada untuknya.
Allahpun mengabulkan harapanku, lebih dari yang kubayangkan.
Mungkin karena 'terlalu terkabul',  usaha yang berkembang membuat aku kehilangan 'space' untuk keluargaku di rumah yang sudah berfungsi menjadi show room, production house, gudang dll dll. Ditambah lagi bisingnya kendaraan berlalu lalang di depan rumah yang sepinya baru pada jam duabelas malam.

Mulailah aku membayangkan rumah kecil yang nyaman dan damai, seperti di awal memulai rumah tangga dulu. Aku suka rumah kecil karena tidak capek. Mungkin karena masa kecilku banyak 'disiksa' oleh besarnya rumah ibuku. Ada 7 kamar di rumah ibu, dan bayangkan bila sedang haus pas berada di ruang depan, untuk minum segelas air putih saja perlu berjalan melewati tiga kamar dan tiga ruang keluarga untuk bertemu dapur. Perlu satu jam untuk menyapu seluruh rumah dan ngepelnya.

Aku dan suamiku lalu hunting rumah, aku naksir salah satu rumah di perumahan dekat bandara, tidak jauh dari cantiq butikku. Sebenarnya rumah ini di pinggir jalan raya juga, tapi gapapa lah, belum terlalu bising,  mungkin suatu saat bisa jadi show roomnya cantiq.
Tapi mengingat posisi keuangan yang kurang aman bila mengambil rumah saat ini, kami memutuskan menundanya hingga benar-benar mampu.

Aku benar-benar dibuat kaget saat suamiku pulang dari mengantar bapak kontrol ke rumah sakit bilang bahwa rumah yang aku taksir sudah dibayar uang mukanya, bapak yang membayarnya untuk kami.
Rasanya terlalu cepat harapanku terkabul.

Mungkin rahasia untuk menciptakan kenyataan agar lebih indah dari harapan adalah menaruh harapan kita pada Allah, hanya ini yang kulakukan, dan ternyata memberi hasil yang luar biasa.
Bila sedang menginginkan sesuatu, aku suka bilang pada Allah sambil melepas keinginan itu untuk menaruhnya dalan genggaman Allah.  Setelah berbicara pada Allah, aku seperti terlepas dari keinginan itu, tidak menginginkannya lagi, karena Allah sudah membawa pergi keinginanku.  Dan tiba-tiba saja Allah mengirim jawaban untuk keinginanku.
Sederhana sekali bukan ?
Tapi Innuri ingatkan, pasrahnya jangan transaksional sama Allah.  Jadi apapun hasilnya, keinginan itu sudah hilang, berganti dengan keikhlasan menerima apapun yang Allah beri, saat ini apapun juga membuat bahagia.

Menaruh harapan pada manusia sering sekali membuat kecewa.
Di Cantiq butikku ada bagian perencana keuangan, biasanya karyawanku yang satu ini suka menghitung berapa pemasukan yang harus terealisir dalam satu minggu agar biaya produksi dan gaji karyawan terpenuhi.  Sering terjadi dia mengharap pemasukan datang dari para pelanggan yang sudah memesan, tapi ujung-ujungnya mengecewakan, kadang pelanggan yang dimaksud sedang keluar kota, menunda pembayaran, sakit dll.
Kukatakan padanya untuk meletakkkan harapan pada Allah saja, karena Allah punya lebih dari sejuta solusi untuk mengatasi sekedar masalah keuangan, kita manusia amat terbatas dalam pemikiran dan dalam segala hal.  Ijinkanlah Allah menolong kita dengan mempercayakan persoalan kita padaNya.

Sabtu, 12 Februari 2011

Bersyukur saat Dia ambil miliknya

Aku menangis saat meninggalnya 2 orang nenekku, mungkin karena aku sayang padanya sehingga melihatnya membuat aku bahagia.
Aku menangis saat ayah mertuaku meninggal, karena aku memang sayang pada lelaki yang amat sabar dan bijaksana, yang selalu mendukungku dalam situasi apapun.
Sayang dan cintaku merupakan alasan untuk menangis, tidak bisa melihatnya lagi juga membuatku menangis, sungguh tangisan yang egois....... sebenarnya mungkin karena aku terlalu mencintai diriku sendiri, sehingga kehilangan orang yang membuatku bahagia membuatku menangis.

Ah... tapi aku pernah menangis saat melihat seseorang disiksa di alam kuburnya, sampai aku gemetaran dan ketakutan (anda boleh percaya atau tidak, Allah pernah memperlihatkan kepadaku siksa kubur), dan pada detik aku melihatnya disiksa, detik itu juga aku memaafkan semua kesalahannya padaku.

Aku menangis saat suami saudaraku meninggal, saat putra sahabatku meninggal, bahkan saat Adji Massaid meninggal....mudah2an tangisku karena rahmat Allah dan bukan karena egoku membayangkan betapa sedihnya bila akulah yang menjadi orang yang kehilangan.

Tapi aku pernah begitu terkesan beberapa tahun yang lalu, ada seorang petinju Indonesia yang meninggal saat bertanding, kena pukulan di tulang rusuknya.  Keluarganya bilang di depan media televisi dan majalah, bahwa mereka amat bersyukur karena Allah telah memberinya kebahagiaan bersama putranya selama 25 tahun.  Oh, sungguh suatu kalimat yang menginspirasi hingga aku begitu mengingatnya sampai saat ini.
Kalimat itu pula yang menghiburku saat menunggu Aden yang sedang kritis di rumah sakit, walau air mata berderai, aku bilang pada Allah, terimakasih telah memberikan kebahagiaan selama 20 tahun bersama Aden. Ternyata Allah masih berkenaan memberiku kebahagiaan bersamanya hingga detik ini.

Sungguh tak bisa kubayangkan dalamnya kesedihan ditinggalkan orang yang amat dekat, apalagi kehilangan suami atau anak. Tak seorangpun ingin mengalaminya.....
Tapi pernah kujumpai seorang ibu yang begitu ikhlas kehilangan putranya karena yakin putranya mendapat tempat yang layak di sisiNya, karena putranya yang meninggal karena kecelakaan adalah ahli tahajud, bahkan di malam dia meninggal.
Pernah pula kujumpai diriku sendiri ikhlas mendengar cerita sahabatku bahwa kalimat terakhir anaknya saat meninggal adalah astaghfirullahaladzim.... Kali ini aku menangis karena terharu, betapa mesranya Allah memanggilnya......

Selasa, 08 Februari 2011

Cara Allah merindukan hambaNya

Aku ga ngerti persis, apa sebabnya sore ini aku begitu sedih, hatiku dipenuhi rasa khawatir tentang berbagai hal yang aku sendiri susah mendefinisikannya.

Mungkin karena banyak sekali peristiwa sedih yang menimpa sahabat dan keluarga besarku beberapa hari terakhir, membawa aura sedih pula di hatiku.  Ditambah sukanya aku melihat kehidupan orang-orang miskin yang ditayangkan di televisi, plus kematian Aji Masaid yang tiap hari diekspose televisi hingga membuat aku menitikkan air mata.

Selepas maghrib, kubawa hati sedihku mengaji di teras, diiringi suara deru mobil di jalan raya yang berlalu lalang di depan rumah.  Kubuka surat Al Kahfi, ayat demi ayat kuresapi artinya, hingga sampai di ayat ke 10

Ketika pemuda-pemuda itu mencari tempat perlindungan ke dalam gua, maka mereka berdoa," Ya Tuhan kami, berilah kami rahmat dari sisiMU, dan sediakanlah petunjuk yang lurus bagi urusan kami".

Doa di dalam ayat itu aku baca berulang-ulang, kucoba melepaskan diri dari kesedihan yang mengurungku, dan juga kekhawatiran yang tidak biasa ini. Akupun terdiam, memejamkan mata, aku coba bertanya pada Allah, aku minta jawaban atas kesedihan dan kekhawatiran ini.
Dulu aku pernah belajar bagaimana mengaktifkan hati hingga bisa 'mendengar' jawaban Allah di kedalaman hati kita.  Aku coba menonaktifkan pikiran dan logika, kusiapkan hati untuk bisa 'mendengar' jawaban yang aku dambakan.
Lama kucoba, kukira aku akan gagal. Tapi di penghujung diamku, aku merasakan sebuah jawaban, sejuk membelai hatiku.
Jawaban itu adalah.... Allah merindukan aku bersimpuh dihadhiratNya dalam sholat malam dan dzikir-dzikirku.......
Oh, aku belakangan ini sering bepergian hingga terlalu capek untuk bangun malam.  Ampuni aku ya Allah...

Beginikah cara Allah merindukan hambaNya? diberinya sedikit kesedihan dan kekhawatiran, agar hambaNya kembali padaNya.

Banyak manusia terpaku pada persoalan yang menimpa hidupnya, banyak yang ingin keluar dari kesedihan dan kesulitan yang menimpanya, dengan berbagai upaya mereka berusaha mengatasinya.  Tapi sedikit orang yang ingin tahu dan menyadari, apa fungsi dari peristiwa dan kesulitan yang menimpanya?
Padahal bila kita tahu sedikit saja dari maksud Allah memberikan kita ujian dan cobaan, maka sebenarnya kita telah menyelesaikan 80% dari permasalahan kita.  Coba saja.....

Rabu, 02 Februari 2011

Pelajaran Ikhlas dari Sopir Taksi

Biasanya aku malas sekali naik taksi di kotaku ini, karena beberapa kali mendapat pengalaman yang tidak menyenangkan. Seringnya sih sopir taksinya narget, ga mau pakai argo.  Dari terminal arjosari ke rumah kalau pakai argo cuma 25 ribu rupiah, tapi mintanya 35 ribu, malas ah.... mending naik angkot atau minta dijemput.
Tapi kalau perginya berdua dengan suami begini, ya ga ada yang jemput, naik angkotpun pasti kelamaan, padahal sudah malam dan si kecil sudah menunggu dengan penuh harap. Naik taksi jadi satu-satunya pilihan.
Karenanya ketika bis Surabaya Malang yang kami tumpangi berhenti di depan Taspen, turunlah kami berdua dan langsung menunggu taksi lewat.

" Pakai argo kan pak?", tanya suamiku sebelum naik.  Di keremangan lampu jalan, aku bisa melihat sopir taksi itu mengangguk dan bilang," Nggih mas ".
Sepanjang perjalanan suamiku dan pak sopir itu ngobrol ngalor ngidul, sesekali aku nimbrung.  Dari obrolan itu aku tahu pak sopir ini orang yang baik, sopan dan melayani kami dengan tulus. Aku juga kasihan melihat dia sudah tua dan sering batuk-batuk pula.  Kubayangkan bila beliau ayahku, mungkin aku sudah menyuruhnya istirahat di rumah dan bercanda dengan cucu.

Aku memintanya berhenti sebentardi warung masakan Padang untuk membeli lauk kesukaan Insan dan Alni. Saat ibu pemilik warung membungkus pesananku, tiba-tiba aku membayangkan, betapa senangnya anak istri sopir taksi itu bila bapaknya pulang membawa oleh-oleh.  Akupun minta dibungkuskan 4 porsi rendang plus sayurnya buat sopir taksi itu.

Sopir tulus hati yang telah melayani kami dengan ramah itu amat berterima kasih dengan oleh-oleh yang aku belikan.  Aku sendiripun merasa senang dan ikhlas karena pemberianku membuatnya bahagia, apalagi melihat senyumnya mengembang.

Bila dipikir dan dihitung dengan kalkulator...hehehe, sebenarnya aku telah mengeluarkan uang untuk taksi dan oleh-oleh pak sopir lebih dari 35 ribu, berarti lebih banyak dari sopir taksi yang suka narget, tapi aku merasa ikhlas dan senang melakukannya.  Dan kalau dipikir lebih mendalam lagi, kenapa aku ikhlas?   karena aku memberikannya pada orang yang ikhlas, jadi mungkin beginilah hukum gaya tarik menarik bekerja.  Dan bila disimpulkan, ternyata orang ikhlaslah yang pantas mendapat yang terbaik dari Allah dan dari alam semesta, bukan orang yang suka narget.

Manusia memang mudah tertipu oleh dunia.
Sopir taksi yang suka narget itu mungkin berpikir bahwa rejeki dialah yang tentukan ( makanya sedikit... hehehe), dia ga mikir kalau yang dia dapat hanya ada 2 kemungkinan, calon penunpang kabur atau dia mendapat sesuai yang dia targetkan.  Sedang sopir taksi yang ikhlas, dia memasrahkan rejekinya pada Allah, makanya dia dapat yang tidak disangka-sangka, yang lebih dari yang dibayangkannya.

Bila sedang di Jakarta, aku paling suka naik taksi, rasanya semua sopir taksi di jakarta sopan, ramah dan tidak suka narget.  Dari Bulungan ke JCC paling 14 ribu, jelas aku ga tega bayar 14 ribu wong yang naik 4 orang yang 'ramai riuh rendah suaranya', mesti aku lebihi atau kalau uangnya 20 ribu ya kembaliannya ga kuminta. Yang suka ngasih tips buat sopir taksi ini bukan aku seorang, hampir semua orang yang aku kenal yang memakai taksi di Jakarta selalu memberi tips.  Banyak dong rejeki sopir yang ikhlas.

Dari bapak tua sopir taksi pula aku jadi merenung. Rasanya aku dan manusia kebanyakan suka sekali narget dalam menyampaikan keinginan pada Allah.
"Ya Allah, perkenankan aku lulus kuliah tahun ini ".
"Ya Allah, cepatkanlah jodohku, kalau bisa tahun ini jadian dengan si X"
dll dll
Kusadari, narget bukanlah jalan terbaik untuk memperoleh sesuatu yang kita inginkan.
Bila aku saja malas memenuhi target sopir taksi, bagaimana dengan Allah....
Bila aku saja punya rasa ingin membalas kebaikan orang yang melayani aku dengan tulus, apalagi Allah Yang Maha Mensyukuri?
Jadi kukira, lebih enakkan memikirkan bagaimana diri kita menjadi lebih baik dalam melayani sesama sebagai bentuk ketulusan kita  mengabdi pada Allah, dan keikhlasan kita dijadikanNya sebagai khalifah di bumi dan rahmat bagi semesta.
Urusan target  yang bersifat duniawi, terserah Allah saja.... hasilnya lebih tak terbayangkan, karena Dia Maha Baik, yang kebaikannya tak terbayangkan oleh kita.